CERITA SUNAN KALIJAGA
B.Cerita Rakyat Makam Sunan Kalijaga
B.1 Asal Usul Sunan Kalijaga
Raden
Mas Syahid yang bergelar ”Sunan Kalijaga” adalah putera dari Ki
Tumenggung Wilatikta (Bupati Tuban) dengan Dewi Sukati. Raden Syahid
merupakan putera pertama yang lahir tahun 1455 dan beliau memiliki
seorang adik bernama Dewi Rosowulan yang menikah dengan Empu Supo dan
memiliki 2 orang anak yakni Joko Tarub dan Supo Nem.
Istri pertama
Raden Syahid (Sunan Kalijaga) bernama Dewi Saroh binti Maulana Ishak,
Sunan Kalijaga memperoleh 3 orang putera, masing-masing ialah :
1.Raden Umar Said (Sunan Muria).
2.Dewi Ruqayyah.
3.Dewi Sofiyah.
Ada
cerita lain yang disebut di dalam buku ”Pustaka Darah Agung” bahwa
Sunan Kalijaga lama berguru dengan Sunan Syarif Hidayatullah Cirebon,
maka beliau pernah kawin dengan Dewi Sarokah, yaitu anak puteri Sunan
Syarif Hidayatullah dan memperoleh 5 orang anak, yaitu :
1.Kanjeng Ratu Pembayun yang menjadi isteri Raden Trenggono (Demak)
2.Nyai Ageng Panenggak yang kemudian kawin dengan Kyai Ageng Pakar.
3.Sunan Hadi (yang menjadi panembahan kali) menggantikan Sunan Kalijaga sebagai Kepala Perdikan Kadilangu.
4.Raden Abdurrahman.
5.Nyai Ageng Ngerang (makamnya di daerah Solo, Jawa Tengah).
Sunan
Kalijaga disebut juga dengan nama-nama Raden Syahid, Raden Abdurrahman,
Lokojoyo, Jogoboyo dan Pangeran Tuban. Tetapi yang disebutkan di dalam
buku ”Babat Tanah Jawi” mengatakan, bahwa pada usia muda Raden Syahid
pernah berguru dengan Sunan Ampel dan juga kepada Sunan Bonang, pada
suatu saat beliau diperintahkan untuk menuju Cirebon berguru kepada
Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Lalu diperintahkan
bertapa di pinggiran sungai di suatu desa bernama ”Kalijaga”. Setelah
selesai kembali ke Demak dan oleh kalangan Walisongo di Demak beliau
diberi sebutan “Kalijaga”. Tempat pertapaan Raden Syahid yang bernama
“Kalijaga” ini sampai sekarang masih ada petilasannya, yaitu di desa
kalijaga, sebelah selatan Terminal Bus Induk kota Cirebon.
Pada
umumnya para Walisongo namanya menjadi terkenal dengan tempat makamnya,
tidak demikian halnya Sunan Kalijaga yang makamnya berada di Kadilangu,
tetapi namanya tetap terkenal dengan sebutan “Sunan Kalijaga”.
B.2 Peninggalan Sunan Kalijaga
Masjid Kadilangu.
Sewaktu Sunan Kalijaga masih hidup, Masjid Kadilangu itu masih berupa
Surau kecil. Setelah Sunan Kalijaga wafat dan digantikan oleh puteranya
yang bernama Sunan Hadi (putera ketiga). Surau tersebut disempurnakan
bangunannya hingga berupa masjid seperti terlihat sekarang ini.
Disebutkan disebuah prasasti yang terdapat di atas pintu masjid sebelah
dalam yang berbunyi : “Meniko titi mongso ngadekipun masjid ngadilangu
pada hari Ahad Wage tanggal 16 sasi dzul-hijjah tahun tarikh jawi 1456,
(ini waktunya berdiri masjid Kadilangu pada hari Ahad Wage tanggal 16
bualn dzul-hijjah tahun tarikh jawa 1456). Tulisan tersebut aslinya
bertulisan Arab. Menurut tutur kata rakyat Masjid Kadilangu ini sudah
beberapa kali mengalami perbaikan di sana sini, sehingga banyak bagian
bangunannya yang sudah tidak asli, terutama bagian luarnya.
Di
Cirebon tepatnya di desa Kalijaga telah terdapat sebuah masjid kuno,
letaknya bersebelahan dengan petilasan pertapaan Sunan Kalijaga. Masjid
ini oleh masyarakat Cirebon khusunya dikenal dengan nama “Masjid Sunan
Kalijaga”.
Masjid tersebut sudah tampak tua, meskipun di sana sini
sudah tampak ada perbaikan terutama bagian dinding luar. Berita-berita
dari rakyat telah menyampaikan keterangannya yang berbeda-beda.
Ada
yang mengatakan, bahwa masjid tersebut berdiri sebelum Sunan Kalijaga
berada di tempat pertapaanya itu. Pada saat Sunan Kalijaga bertapa,
setiap waktu sholat beliau mengerjakan sholatnya di dalam masjid
tersebut. Sehingga masyarakat sekeliling pada waktu itu menyebutnya
dengan nama masjid Sunan Kalijaga
Ada yang mengatakan, bahwa masjid
tersebut berdiri setelah Sunan Kalijaga selesai melakukan tapa (semedi).
Berhubung masjid tersebut letaknya berdampingan dengan tempat pertapaan
Sunan Kalijaga, maka oleh masyarakat kemudian dinamai masjid “Sunan
Kalijaga”.
Kedua pendapat tersebut memang sulit untuk dibuktikan
kebenarannya, karena memang sampai sekarang tutur rakyat tersebut tidak
dapat dibuktikan dengan bukti-bukti nyata peninggalan sejarah. Tapi yang
jelas sampai sekarang masyarakat Cirebon pada menyebut masjid tersebut
dengan nama “Masjid Sunan Kalijaga”.
Masjid ini tampak dari luar
sangat angker, mungkin karena letaknya yang berada ditengah-tengah hutan
yang penuh dengan ratusan binatang “kera”. Di sekeliling tersebut hanya
ada penduduk yang jumlahnya sedikit, kurang lebih terdiri dari sembilan
rumah. Masjid ini tampak kurang berfungsi, baik untuk berjamaah shalat
lima waktu maupun sebagai tempat atau pusat kegiatan penyiaran agama
Islam.
Sunan Kalijaga semasa hidupnya.
Sewaktu masih muda, Raden
Syahid tergolong anak muda yang cerdas, trampil, pemberani, dan berjiwa
besar, usia mudanya tidak disia-siakan begitu saja, tetaapi benar-benar
dipergunakan untuk membesarkan dirinya meskipun tanpa bekal orang
tuanya. Beliau suka berguru pada sesepuh. Ilmu-ilmu yang diambil dari
gurunya antara lain: ilmu hakikat, ilmu syariah, ilmu kanuragan, ilmu
filsafat, ilmu kesenian dan lain sebagainya, sehingga beliau dikenal
masyarakat pada masa itu sebagai seorang ahli tauhid, mahir dalam ilmu
syariat, mampu mengusai ilmu setrategi perjuangan dan juga seorang
filasof. Bahkan ahli pula di bidang sastra sehingga terkenal juga
sebagai seorang pujangga karena syair-syairnya yang indah, terutama
syair-syair jawa. Lantaran ilmu-ilmu dan kemampuan pribadi yang dimiliki
itu, Sunan Kalijaga termasuk salah seorang anggotaa kelompok
”Walisongo” atau ”Walisembilan” yang bergerak dibawah pengatuaran
kekuasaan Sultan Patah di Demak. Beliau ditugaskan oleh kelompok
walisongo ini untuk menggarap masyarakat di daerah-daerah pedalaman yang
kondisinya sangat rawan, karena perilaku kehidupan mereka yang sangat
tidak terpuji, misalnya didaerah yang sering terjadi pencurian dan
pembunuhan, didaerah yang masyarakat yang suka berjudi, meminum minuman
keras dan lain sebagainya.
Perjuangan Sunan Kalijaga.
Pada saat
giat-giatnya para Walisongo berjuang menyiarkan agama Islam, maka Sunan
Kalijaga yang termasuk di dalamnya tidak ketinggalan untuk bangkit
memperjuangkan syiar dan tegaknya agama Islam, khususnya di tanah Jawa.
Beliau termasuk kalangan mereka para Wali yang masih muda, tetapi
mempunyai kemampuan yang luar biasa, baik kecerdasan dan ilmu-ilmu yang
dimiliki, maupun kondisi umur dan tenaga yang masih muda bila
dibandingkan dengan yang lainnya. Ternyata Sunan Kalijaga didalam gerak
perjuangannya tidak lepas dari penugasan khusus dan bimbingan yang
diberikan para sesepuh Walisongo. Karena itu Sunan Kalijaga benar-benar
membanting tulang. Tidak hanya melakukan dakwah disuatu daerah saja,
melainkan hilir mudik, keluar masuk hutan dan pegunungan, siang malam
terus melakukan tugasnya itu, sehingga terkenal sebagai ”Muballigh
Keliling”. Beliau memberanikan diri bertabligh atau berdakwah dengan
melalui pertunjukan kesenian berupa ”Wayang” lengkap dengan gamelannya.
Sedangkan cerita-cerita yang ada didalam lakon pewayangannya itu diramu
dengan butir-butir tuntunan agama Islam dan diselingi dengan syair-syair
jawa yang mengandung ajaran agama Islam pula, sehingga rakyat yang
menonton dan mendengarkan cerita wayang yang dipertunjukan Sunan
Kalijaga itu tidak merasakan bahwa dirinya sudah mulai kemasukkan ajaran
agama Islam. Cara-cara dakwah Sunan Kalijaga yang semacam ini
diterapkan dalam perjuangannya itu lantaran adanya
pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a.Bahwa rakyat dan
penduduk tanah Jawa pada saat itu masih kuat dipengaruhi oleh
kepercayaan agama Hindu dan Budha atau juga oleh kepercayaan warisan
nenek moyang mereka dahulu, sehingga tidak mungkin begitu saja untuk
dialihkan kepercayaannya. Karena itu harus pelan-pelan memasukkan ajaran
agama Islam, tidak bisa melalui kekerasan.
b.Bahwa rakyat di tanah
Jawa pada saat itu masih kuat di dalam memegang adat istiadat dan budaya
nenek moyangnya, baik yang bersumber dari ajaran agama Hindu dan Budha,
maupun kepercayaan animisme yang mereka yakini saat itu, sehingga tidak
mudah meruban begitu saja terhadap adat istiadat dan budaya tersebut,
tetapi Sunan Kalijaga justru membiarkan adat istiadat dan budaya
tersebut tetap berjalan di tengah-tengah mereka, hanya saja sedikit demi
sedikit adat istiadat dan budaya itu di masuki dengan ajaran agama
Islam, baik yang menyangkut hakikat (tauhid) maupun syariah serta
akhlaqul karimah.
Dengan pertimbangan keadaan rakyat yang seperti itu
maka Sunan Kalijaga harus berfikir untuk menemukan cara yang paling
tepat dalam perjuangan mengajak mereka memeluk agama Islam, maka
ditemukanlah jalan yaitu bertabligh dengan menyuguhkan ”Kesenian Wayang”
yang pada saat itu sedang digemari oleh masyarakat di tanah Jawa ini.
Tidak hanya cara itu saja yang ditempuh oleh Sunan Kalijaga, tetapi
beliau bahkan sering bercampur-campur rakyat yang boleh dikatakan
”abangan”. Demikian menurut berita rakyat yang masih bisa diterima.
Suatu saat beliau bercampur dengan orang-orang yangt masih kotor
perilaku terpuji, misalnya orang-orang yang suka mengadu ayam, berjudi,
meminum minuman keras juga terhadap orang yang pekerjaannya mencuri dan
lain sebagainya. Beliau bercampur dengan mereka itu tidak memperlihatkan
”sikap fanatik” terhadap mereka justru Sunan Kalijaga membina dan
membimbing mereka secara pelan-pelan menuju jalan yang benar sesuai
dengan tuntunan ajaran agama Islam, meskipun harus memutar otak dan
membanting tulang. Mereka menjadi sadar, bahwa apa yang diperbuat
se4muanya itu telah merugikan dirinya dan dapat berakibat fatal terhadap
rakyat banyak.
Ada sementara orang yang beranggapan, bahwa karena
sikap dan perilakunya Sunan Kalijaga yang terlihat ”sok campur dengan
orang-orang jelek, sok campur dengan orang-orang abangan” lalu
memberikan penilaian dan bahkan memberikan sebutan sebagai ”Wali
Abangan”. Berdasar cerita diatas tadi, maka sebutan dan anggapan
tersebut adalah ”tidak benar”, karena apa yang diperbuat oleh Sunan
Kalijaga seperti itu sesungguhnya merupakan sikap menjalankan perintah
dari Walisongo bukan karena sikap laku dirinya lantaran kebodohannya.
Hampir seluruh masa hidup Sunan Kalijaga benar-benar dipergunakan untuk
berjuang demi syiarnya agama Islam, khususnya di tanah Jawa sebagaimana
para Wali yang lainnya. Akhirnya beliau wafat, sayang sampai sekarang
belum ada ahli sejarah satupun yang dapat menemukan tahun wafatnya.
Bahkan juga kelahiran beliau hanya ada berita dari rakyat yang
menyatakan bahwa Sunan Kalijaga wafat setelah berumur panjang sekali,
sehingga pada masa hidupnya dapat mengalami masa kekuasaan 3 kerajaan,
yaitu :
Pertama : masa kekuasaan Kerajaan Majapahit.
Kedua : masa kekuasaan Kerajaan Demak.
Ketiga : masa kekuasaan Kerajaan Pajang.
Sampai
sekarang haanya bisa diketahui makamnya, yaitu di desa ”Kadilangu”
kabupaten Demak, kurang lebih 2 km dari Masjid Agung Demak.
Jasa-jasa Sunan Kalijaga
Sunan Kalijaga termasuk salah seorang dari kalangan Walisongo yang
tergolong muda saat itu, lagi pula paling berat tugasnya maka apabila
sejarah perjuangan beliau diteliti, sesungguhnya tidak sedikit
jasa-jasanya. Antara lain ialah :
a.Bidang Strategi Perjuangan.
Seperti
diketahui bahwa Walisongo didalam menyebarkan ajaran agama Islam di
tanah Jawa ini tidak begitu saja melangkah, melainkan mereka menggunakan
cara-cara dan jalan (taktik dan strategi) yang diperhitungkan
benar-benar, memakai pertimbangan yang masak, tidak ngawur sehingga
agama Islam disampaikan kepada rakyat dapat diterima dengan mudah dan
penuh kesabaran, bukan karena terpaksa.
Sunan Kalijaga didalam
menyebarkan ajaran Islam benar-benar memahami dan mengetahui keadaan
rakyat yang masih kebal dipengaruhi kepercayaan agama Hindu Budha dan
gemar menampilkan budaya-budaya Jawa yang berbau kepercayaan itu, maka
bertindaklah beliau sesuai dengan keadaan yang demikian itu, sehingga
taktik dan strategi perjuangan beliau disesuaikan pula dengan keadaan,
ruang dan waktu.
Berhubung pada waktu itu sedikit para pemeluk agama
Siwa Budha yang fanatik terhadap ajaran agamanya, maka akan berbahaya
sekali apabila dalam mengembangkan agama Islam selanjutnya tidak
dilakukan dengan cara bijaksana dan melaui jalan pendekatan yang mudah
ditempuh. Para Wali termasuk Sunan Kalijag mengetahui bahwa rakyat dari
kerajaan Majapahit masih lekat sekali dengan kesenian dan kebudayaan
mereka, misalnya gemar terhadap gamelan dan keramaian-keramaian yang
bersifat keagamaan siwa Budha.
Setelah para Walisongo mengadakan
musyawarah bersama, maka telah ditemukan suatu cara yang tepat sekali
untuk mengIslamkan mereka. Cara tersebut yang menemukan adalah Sunan
Kalijaga salah seorang yang terkenal berjiwa besar, berpandangan jauh
kedepan, berfikir tajam dan kritis dan yang lebih menarik justru beliau
berasal dari suku jawa asli lagi pula ahli seni, sehingga beliau paham
terhadap seni-seni Jawa dan gamelan serta gending-gending.
b.Bidang Kesenian
Sunan Kalijaga ternyata mampu menciptakan kesenian dengan berbagai
bentuknya. Maksud utama kesenian itu diciptakan adalah sebagai alat
dalam bertabligh mengelilingi berbagai daerah, ternyata malah mempunyai
nilai sejarah yang berharga bagi bangsa Indonesia. Kesenian yang
diciptakan Sunan Kalijaga tersebut berupa ”Wayang” lengkap dengan
gamelannya. Bahkan Sunan Kalijaga pernah memesan kepada orang yang ahli
membuat gamelan, yaitu pesan supaya dibuatkan ”Serancak gamelan” yang
kemudian diberi nama gamelan ”Kyai Sekati”.
Dan masih banyak yang
diciptakan Sunan Kalijaga dibidang seni termasuk seni lukis dan lain
sebagainya. Dari sinilah Sunan Kalijaga kemudian terkenal dikalangan
masyarkat Jawa sampai sekarang sebagai seorang ahli seni.
Di lain
pihak Sunan Kalijagajuga menciptakan karangan cerita-cerita pewayangan
yang kemudian dikumpulkan dalam kitab-kitab cerita wayang dan sampai
sekarang masih ada. Cerita-cerita itu masih berbentuk ceriat menurut
kepercayaan jawa dengan corak kebudayaannya yang ada, tetapi sudah
dimasuki unsur-unsur ajaran Islam sebanyak mungkin. Cara itu dilakukan
oleh Sunan Kalijaga. Karena adanya pertimbangan, bahwa rakyat pada saat
itu masih tebal kepercayaannya Hindu Budha-nya.
Sebab-sebab itulah
yang mendorong Sunan Kalijaga harus memutar otak dan membanting tulang
sebagai salah seorang mubaligh untuk mengatur siasat dan menempuh jalan
yang tepat, yakni mengawinkan ajaran Islam dengan kebiasaan dan
kebudayaanmereka sebagaimana yang ditempuh pula para Wali yang lainnya.
Satu hal yang patut dicatat, menurt komentar rakyat, bahwa Sunan
Kalijaga disamping sebagai mubaligh keliling kesana-kemari menyampaikan
dakwahnya, ternyata beliau masih sempat pula mengarang cerita-cerita
wayang terutama yang menagandung nilai filosofis dan berjiwa Islam,
termasuk seni suara denagn bentuk syi-ir-syi-irnya yang mengandung
Tauhid kepada Allah SWT.
c. Bidang lain-lain
Disamping jasa-jasa
beliau tersebut tadi, maka masih ada jasanya yang lain, seperti
pendirian Masjid Agung Demak, Sunan Kalijaga tidak ketinggalan ikut
serta membangun masjid bersejarah itu. Malah ada hasil karya beliau yang
sangat terkenal sampai sekarang yaitu ”Soko Tatal” artinya tiang pokok
dalam Masjid Agung Demak yang terbuat dari potongan-potongan kayu jati,
lalu disatukan dalam bentuk tiang bulat berdiameter kurang lebih 70cm
ini yang membuat adalah Sunan Kalijaga.
Makam Sunan Kalijaga.
Sunan Kalijaga wafat dan dimakamkan di desa “Kadilangu” Demak. Menurut
cerita rakyat menyatakan, Sunan Kalijaga bertempat di desa Kadilangu ini
dimungkinkan karena pertimbangan supaya dekat dengan Demak sebagai
pusat pemerintahan Islam saat itu. Dengan demikian memudahkan beliau
mengadakan kontak dengan pusat pemerintahan. Sampai akhir hayatnya
beliau berada di desa Kadilangu dan dimakamkan di desa ini juga.
Setiap hari makam beliau banyak dikunjungi orang yang kebanyakan
bertujuan ziarah makamnya, meskipun kadang-kadang ada juga yang datang
hanya ingin tahu makam pembuat sejarah penting di tanah Jawa ini. Pada
hari-hari tertentu makam Sunan Kalijaga ramai, banyak orang berziarah,
terutama hari Ahad, Kamis dan Jum’at. Bahkan lebih ramai lagi pada hari
kamis malam jum’at kliwon, baik yang tua maupun yang muda. Terlihat pada
waktu mereka berziarah di makamnya, ada yang membaca surat yaa-siin,
ada yang membaca Tahlil dan ada yang terus melakukan riyadlah beberapa
hari di makam tersebut.
Biasanya pada tanggal 10 Dzul-hijjah, makm
Sunan Kalijaga juga ramai dikunjungi orang, karena ingin melihat atau
mengikuti upacara penjamasan benda-benda pusaka terutama yang berupa
“Kelambi Kyai Gondil”, sebagian tutur rakyat bukan saja Kelambi Gondil
yang disucikan, tetapi juga “Kelambi Onto Kusumo” juga.
B.3 Manfaat cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga bagi masyarakat Kadilangu dan Sekitarnya.
Memberikan informasi, pengajaran, hiburan, dan memberikan pengetahuan
kepada khalayak agar mengetahui sejarah peninggalan pada zaman dahulu
khususnya Makam Sunan Kalijaga.
B.4 Persepsi masyarakat tentang cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga.
Dalam
cerita rakyat Makam Sunan Kalijaga terdapat salah satu benda
peninggalan beliau yaitu, 2 buah Gentong. Gentong tersebut dulunya
digunakan untuk wudhu dan airnya diambil langsung dari sungai kadilangu.
Karena itulah sampai saat ini banyak orang yang datang berziarah
meminta berkah yaitu untuk diminum juga berwudhu. Mereka percaya bahwa
air tersebut dapat membuat kita pintar dan selalu sehat. Percaya atau
tidak terserah pada diri kita masing-masing. Tuhan menciptakan
benda-benda di alam ini pasti ada manfaatnya bagi kehidupan manusia.
C. Nilai-nilai Cerita Rakyat ”Makam Sunan Kalijaga”.
Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam cerita rakyat tersebut memiliki tiga nilai yaitu :
Nilai Keagamaan : Upaya penyebaran agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga di daerah Demak dan sekitarnya.
Nilai Budaya : Sunan Kalijaga menyebarkan agama islam dengan Gendhing-gendhing Jawa dan Gamelan.
Nilai Kepahlawanan : Saat Sunan Kalijaga menggarap masyarakat di daerah-daerah pedalaman yang kondisinya sangat rawan.
Sabtu, 01 Desember 2012
0 CERITA SUNAN KALIJAGA
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Posting Komentar